Pada jaman dulu dimana jaman Rasulullah SAW ada seorang wanita yang berkulit gelap bernama Ummu Mahjan. wanita tersebut selalu menyempatkan waktunya untuk membersihkan masjid milik Rasulullah SAW. Suatu hari ketika Rasulullah sedang berjalan ke pemakaman, beliau melihat sebuah kuburan yang masih baru.
Rasulullah bertanya, “Kuburannya siapa ini, wahai sahabat sahabatku?”
Mereka (para sahabat sahabat Rasulullah) yang hadir di pemakaman tersebut menjawab, “Ini adalah kuburan wanita yang bernama Ummu Mahjan, ya Rasulullah.”
Rasulullah SAW pun langsung meneteskan air mata (menangis) begitu mendengar kabar duka tersebut, lalu beliau menegur para sahabatnya, “Mengapa kalian semua tidak memberitahukan kematiannya kepada saya agar aku bisa menyalatinya?”
Mereka pun menjawab, “Ya Rasulullah, pada waktu itu matahari sedang saat terik sekali.” Rasulullah pun diam mendengar jawaban para sahabat tersebut.
Lalu, beliau bergegas berdiri lalu shalat untuk mayit yang sudah didimakamkan beberapa hari itu dari atas kuburanya. “Bila di antara kalian (para sahabat) yang meninggal dunia, beri tahukan kabar duka tersebut kepadaku, sebab orang tersebut yang kushalati di dunia, shalatku itu akan menjadi syafa‘at di akhirat.”
Sesudah mengatakan demikian, Rasulullah SAW kemudian memanggil Ummu Mahjan dari atas kuburanya. “Assalamualaikum ya Ummu Mahjan! Pekerjaan apa yang paling bernilai (Baik) dalam daftar amalmu?”
Rasulullah SAW pun diam beberapa saat. Tidak berselang lama kemudian beliau berkata, “Dia (Ummu Mahjan) menjawab bahwa pekerjaannya membersihkan masjid Rasulullah adalah pekerjaan yang dinilai paling baik di sisi Allah. Allah Taala berkenan membuatkan rumah untuknya di surga dan dia (Ummu Mahjan) kini sedang duduk-duduk di dalamnya.”
Secara fisik, masjid adalah bangunan biasa yang terdiri atas lantai, tiang, dan atap. Namun, secara spiritual, masjid adalah poros nadi umat yang sangat fundamental. Selain menjadi perekat umat di mana mereka bisa menebarkan kebajikan, masjid juga merupakan media bagi sang Muslim agar sukses dalam menjalin hubungan vertikal dengan Allah; melalui masjid, sang Muslim bisa melakukan mi'raj menuju Ilahi.
Dari masjid, kaum Muslimin bisa belajar-mengajar, keimanan seseorang tergambar, tingkat keberagamaan masyarakat terpancar, ketenangan dan kedamaian berbinar-binar, dan kebangkitan umat mengakar.
Seorang Muslim akan prihatin dan sedih manakala menjumpai seseorang yang dengan seenaknya mengotori masjid dan membiarkan kotoran (sampah) berserakan. Juga tidak etis jika kita membiarkan bau tak sedap bercokol di tempat wudhu, toilet, atau kamar mandi masjid, sehingga aromanya menyebar dan dihirup orang-orang yang shalat, membaca Alquran, iktikaf, atau ibadah lainnya.
Dengan demikian, kebersihan dan keasrian masjid jelas mendukung kekhusyukan kaum Muslimin dalam beribadah. Maka, sangat pantas kalau Allah dan Rasul-Nya memberikan pahala yang besar bagi mereka yang membersihkan masjid— sebagaimana tersimbul dalam riwayat di atas. Nabi juga bersabda, “Barang siapa yang mengeluarkan kotoran dari masjid maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di surga,” (HR Ibnu Majah).
Zaman memang sudah berubah dan modern, sehingga masjid-masjid membutuhkan pengurusnya. Namun, membersihkan masjid tentu saja bukan monopoli mereka. Selama mempunyai niat yang mantap, siapa pun punya peluang yang sama untuk mempersiapkan bangunan di surga, yakni dengan membersihkan masjid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar